Pertumbuhan
bisnis satelit dari tahun 2008 hingga 2016 di kawasan Asia diprediksi mencapai
1,9%. Sementara itu, di Indonesia, sejak 2010 bisnis ini tumbuh 10%-15% per
tahun, dengan nilai hingga Rp 5,75 trilyun. Permintaan terhadap satelit sebagai
tulang punggung infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, menurut
Asosiasi Satelit Indonesia, diperkirakan tetap tinggi. Hal itu disebabkan belum
meratanya sebaran dan keterbatasan infrastruktur jaringan kabel serat optik. Peluang tersebut dibaca Lippo Group, yang
memutuskan terjun ke bisnis satelit. Mengandeng dua perusahaan Jepang, yakni
SKY Perfect JSAT Corporation dan Mitsui Corporation, Lippo meluncurkan satelit
bernama Lippo Star, yang dibawa roket Arianspace.
Peluncuran
satelit JCSAT-13 (Lippo Star) itu menandai sukses peluncuran yang ke-300 kali
untuk Arianespace dan keberhasilan pembuatan satelit komersial ke-100 kali
buatan Lockheed Martin Commercial Space Systems (LMCSS). JCSAT-13 diluncurkan
ke posisi geostationer 124 derajat bujur timur atau kira-kira di atas negara
Jepang. Satelit Lippo Strar yang berisi 44 Ku-band transponder dengan daya
cakupan seluruh Indonesia, kawasan Asia, dan Oseania ini memiliki masa aktif 15
tahun. Satelit yang menggantikan JCSAT-4A ini mampu mendukung penyelenggaraan
siaran televisi langsung (direct to home) ke berbagai pelosok pedalaman yang
sulit terjangkau infrastruktur jaringan kabel dan sinyal.
Seperti
diketahui, Lippo Group melalui anak usahanya, PT First Media Tbk, fokus
mengembangkan bisnis televisi berbayar dan jaringan internet pita lebar melalui
jaringan kabel dan nirkabel (WiMAX). Untuk layanan televisi berbayar, pada
2010, First Media merupakan yang pertama menyediakan siaran resolusi
berdefinisi tinggi atau high definition (HD). Pada tahun berikutnya, disusul
dengan hantaran siaran 3D-HD. Hasil riset Media
Partners Asia menunjukkan, dalam kurun waktu 2011-2020 akan tumbuh sambungan
televisi berbayar di Asia hingga 318 juta. Kontribusi Asia Tenggara untuk
pertumbuhan penonton sebanyak itu mencapai 15%. Dan Indonesia, dengan jumlah
penduduk terbesar kelima di dunia, akan menyumbang sepertiganya untuk
kontribusi pertumbuhan penonton di Asia Tenggara. Peluang domestik dan regional
inilah yang diincar First Media, yang akan menjadi salah satu pengguna satelit
Lippo Star.
Di
industri telekomunikasi, investasi untuk satelit, termasuk peluncurannya,
mencapai US$ 200 juta hingga US$ 300 juta. Untuk satelit yang dimiliki secara
bersama dalam bentuk kerja sama, diperkirakan perlu investasi hingga US$ 100
juta. Adapun harga sewa satu transponder ada di kisaran US$ 1,2 juta. Dari catatan yang ada,
penggunaan transponder di Indonesia terdiri dari pemanfaatan layanan untuk GSM
backhaul, jaringan data, dan penyiaran. Secara domestik, operator satelit
pemasoknya terdiri dari Telkom, Indosat, Cakrawala, dan PSN (Pasifik Satelit
Nusantara). Indonesia sendiri melalui tujuh satelit milik lokal memiliki 158
transponder, dengan pertumbuhan 10% setiap tahun.
Kini
peningkatan permintaan atas satelit terus tumbuh, baik di Indonesia maupun
negara-negara tetangga, untuk keperluan penyiaran (broadcast), 3G, internet,
triple play, dan quadruple. Kemudian transponder asing ada 125 melalui 25
satelit dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Cina, Inggris, Jepang,
Belanda, Jerman, Malaysia, dan Singapura. Satelit terus dibutuhkan karena mampu
menutupi kekurangan infrastruktur jaringan yang belum terjangkau kabel
teresterial serat optik. Selain Lippo Group
dengan Lippo Star-nya, jika tidak ada aral melintang, pada pertengahan Juni
tahun ini PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akan meluncurkan satelit
Telkom-3 untuk memperkuat bisnisnya. Satelit yang menelan investasi US$ 200
juta ini memiliki kapasitas isi 42 transponder, yang terdiri dari 24
transponder @ 36MHz Standart C-band, delapan transponder @ 54MHz Ext. C-band,
serta empat transponder @ 36 MHz dan transponder @ 54 MHz Ku-band.
Satelit
terakhir Telkom yang diberi nama Telkom-2 meluncur pada 12 November 2005 di
Kourou Guyana, dengan roket Ariane-5. Sampai semester pertama 2011, Telkom
masih mendominasi bisnis satelit di Tanah Air dengan pangsa pasar 37,3%. Sebenarnya satelit
Telkom-3 itu mengalami dua kali pengunduran jadwal peluncuran. Dalam rencana
awal, satelit besutan pabrik ISS-Reshetnev, Rusia, itu akan meluncur pada
Agustus 2011. Namun mitra yang lain, yakni Thales Alenia Space, belum
menyelesaikan pekerjaan perangkat komunikasi (payload) yang sangat penting
untuk satelit tersebut. Rencana berikutnya, satelit ditargetkan meluncur ke
angkasa pada akhir 2011, tapi ternyata tidak jadi lepas landas. Secara geografis,
cakupan satelit Telkom-3 terdiri dari Standart C-bank yang mencakup Indonesia
dan ASEAN, Ext. C-band yang mencakup Indonesia dan Malaysia, dan Ku-band yang
mencakup Indonesia saja. Nantinya, dari 42 transponder Telkom-3, sebesar
40%-45% atau 20 transponder akan dikomersialkan. Sedangkan sisanya untuk
memperkuat kapasitas seluruh layanan Telkom Group.
Rencana
peluncuran satelit Telkom-3 pada Juni nanti menjadi pertaruhan bisnis, karena
permintaan transponder di Tanah Air masih tinggi. Jika mundur lagi, kondisi ini
akan membuat Telkom mendapat pesaing berarti. Pasalnya, satelit Measat,
Thaicom, ABS milik sejumlah negara tetangga juga akan segera meluncur. Hal ini
akan mempengaruhi peta persaingan dan memicu perang harga. Satelit Indonesia merupakan satelit yang
didaftarkan ke ITU atas nama administrasi telekomunikasi Indonesia. Dalam
eksistensinya, satelit-satelit Indonesia tersebut diselenggarakan oleh para
penyelenggara satelit Indonesia yang meliputi PT Telkom Tbk, PT Indosat Tbk, PT
Media Citra Indostar, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan). Sementara itu, daftar satelit Indonesia terdiri dari Palapa
Telkom-1 (108oBT), Telkom-2 (118oBT), Palapa C-1 (113oBT), Palapa Pacific
146oBT, Cakrawarta-1 (107,7oBT), Garuda-1 (123oBT), dan satelit Lapan Tubsat.
Satelit
Telkom-3 menelan investasi US$ 200 juta dengan kapasitas 42 transponder (setara
49 transponder @36MHz), terdiri dari 24 transponder @36MHz Standart C-band, 8
transponder @54 MHz Ext. C-band dan 4 transponder @36 MHz + 6 transponder @54
MHz Ku-Band. Cakupan
geografis dari Satelit Telkom-3 sendiri mencakup Standart C-band (Indonesia dan
ASEAN), Ext. C-band (Indonesia dan Malaysia) serta Ku-Band (Indonesia). Dari 42 transponder,
sebanyak 40%-45% atau sekitar 20 transponder Satelit Telkom-3 akan
dikomersialkan. Sedangkan sisanya untuk menambah kapasitas seluruh layanan
Telkom Group.
Hingga
semester pertama 2011, Telkom Group masih mendominasi bisnis satelit di Tanah
Air dengan pangsa pasar mencapai 37,3%. Berdasarkan studi yang dilakukan
Telkom, terjadi peningkatan permintaan atas satelit
komunikasi baik di Indonesia maupun negara-negara tetangga lainnya. Negara-negara
yang mampu meluncurkan satelit sendiri, termasuk pembuatan kendaraan peluncur.
Catatan:
banyak negara yang dapat mendisain dan membuat satelit -yang mana bisa
dibiliang tidak memerlukan kapasitas ekonomi, ilmu dan industri yang tinggi --
tetapi tidak mampu untuk meluncurkannya, dan mereka menggunakan peluncur asing.
Daftar dibawah tidak menempatkan berbagai negara tersebut, dan hanya
mencantumkan negara yang mampu meluncurkan satelitenya sendiri, ditambah
tanggal dimana negara tersebut menunjukan kemampuannya. Seterusnya juga tidak
mencantumkan konsorsium satelit atau satelite multinasional.
0 comments:
Post a Comment