Sunday, 14 April 2013

SATELITE BUSINESS SYSTEM


Pertumbuhan bisnis satelit dari tahun 2008 hingga 2016 di kawasan Asia diprediksi mencapai 1,9%. Sementara itu, di Indonesia, sejak 2010 bisnis ini tumbuh 10%-15% per tahun, dengan nilai hingga Rp 5,75 trilyun. Permintaan terhadap satelit sebagai tulang punggung infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, menurut Asosiasi Satelit Indonesia, diperkirakan tetap tinggi. Hal itu disebabkan belum meratanya sebaran dan keterbatasan infrastruktur jaringan kabel serat optik.  Peluang tersebut dibaca Lippo Group, yang memutuskan terjun ke bisnis satelit. Mengandeng dua perusahaan Jepang, yakni SKY Perfect JSAT Corporation dan Mitsui Corporation, Lippo meluncurkan satelit bernama Lippo Star, yang dibawa roket Arianspace.
Peluncuran satelit JCSAT-13 (Lippo Star) itu menandai sukses peluncuran yang ke-300 kali untuk Arianespace dan keberhasilan pembuatan satelit komersial ke-100 kali buatan Lockheed Martin Commercial Space Systems (LMCSS). JCSAT-13 diluncurkan ke posisi geostationer 124 derajat bujur timur atau kira-kira di atas negara Jepang. Satelit Lippo Strar yang berisi 44 Ku-band transponder dengan daya cakupan seluruh Indonesia, kawasan Asia, dan Oseania ini memiliki masa aktif 15 tahun. Satelit yang menggantikan JCSAT-4A ini mampu mendukung penyelenggaraan siaran televisi langsung (direct to home) ke berbagai pelosok pedalaman yang sulit terjangkau infrastruktur jaringan kabel dan sinyal.
Seperti diketahui, Lippo Group melalui anak usahanya, PT First Media Tbk, fokus mengembangkan bisnis televisi berbayar dan jaringan internet pita lebar melalui jaringan kabel dan nirkabel (WiMAX). Untuk layanan televisi berbayar, pada 2010, First Media merupakan yang pertama menyediakan siaran resolusi berdefinisi tinggi atau high definition (HD). Pada tahun berikutnya, disusul dengan hantaran siaran 3D-HD. Hasil riset Media Partners Asia menunjukkan, dalam kurun waktu 2011-2020 akan tumbuh sambungan televisi berbayar di Asia hingga 318 juta. Kontribusi Asia Tenggara untuk pertumbuhan penonton sebanyak itu mencapai 15%. Dan Indonesia, dengan jumlah penduduk terbesar kelima di dunia, akan menyumbang sepertiganya untuk kontribusi pertumbuhan penonton di Asia Tenggara. Peluang domestik dan regional inilah yang diincar First Media, yang akan menjadi salah satu pengguna satelit Lippo Star.
Di industri telekomunikasi, investasi untuk satelit, termasuk peluncurannya, mencapai US$ 200 juta hingga US$ 300 juta. Untuk satelit yang dimiliki secara bersama dalam bentuk kerja sama, diperkirakan perlu investasi hingga US$ 100 juta. Adapun harga sewa satu transponder ada di kisaran US$ 1,2 juta. Dari catatan yang ada, penggunaan transponder di Indonesia terdiri dari pemanfaatan layanan untuk GSM backhaul, jaringan data, dan penyiaran. Secara domestik, operator satelit pemasoknya terdiri dari Telkom, Indosat, Cakrawala, dan PSN (Pasifik Satelit Nusantara). Indonesia sendiri melalui tujuh satelit milik lokal memiliki 158 transponder, dengan pertumbuhan 10% setiap tahun.
Kini peningkatan permintaan atas satelit terus tumbuh, baik di Indonesia maupun negara-negara tetangga, untuk keperluan penyiaran (broadcast), 3G, internet, triple play, dan quadruple. Kemudian transponder asing ada 125 melalui 25 satelit dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Cina, Inggris, Jepang, Belanda, Jerman, Malaysia, dan Singapura. Satelit terus dibutuhkan karena mampu menutupi kekurangan infrastruktur jaringan yang belum terjangkau kabel teresterial serat optik. Selain Lippo Group dengan Lippo Star-nya, jika tidak ada aral melintang, pada pertengahan Juni tahun ini PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akan meluncurkan satelit Telkom-3 untuk memperkuat bisnisnya. Satelit yang menelan investasi US$ 200 juta ini memiliki kapasitas isi 42 transponder, yang terdiri dari 24 transponder @ 36MHz Standart C-band, delapan transponder @ 54MHz Ext. C-band, serta empat transponder @ 36 MHz dan transponder @ 54 MHz Ku-band.
Satelit terakhir Telkom yang diberi nama Telkom-2 meluncur pada 12 November 2005 di Kourou Guyana, dengan roket Ariane-5. Sampai semester pertama 2011, Telkom masih mendominasi bisnis satelit di Tanah Air dengan pangsa pasar 37,3%. Sebenarnya satelit Telkom-3 itu mengalami dua kali pengunduran jadwal peluncuran. Dalam rencana awal, satelit besutan pabrik ISS-Reshetnev, Rusia, itu akan meluncur pada Agustus 2011. Namun mitra yang lain, yakni Thales Alenia Space, belum menyelesaikan pekerjaan perangkat komunikasi (payload) yang sangat penting untuk satelit tersebut. Rencana berikutnya, satelit ditargetkan meluncur ke angkasa pada akhir 2011, tapi ternyata tidak jadi lepas landas. Secara geografis, cakupan satelit Telkom-3 terdiri dari Standart C-bank yang mencakup Indonesia dan ASEAN, Ext. C-band yang mencakup Indonesia dan Malaysia, dan Ku-band yang mencakup Indonesia saja. Nantinya, dari 42 transponder Telkom-3, sebesar 40%-45% atau 20 transponder akan dikomersialkan. Sedangkan sisanya untuk memperkuat kapasitas seluruh layanan Telkom Group.
Rencana peluncuran satelit Telkom-3 pada Juni nanti menjadi pertaruhan bisnis, karena permintaan transponder di Tanah Air masih tinggi. Jika mundur lagi, kondisi ini akan membuat Telkom mendapat pesaing berarti. Pasalnya, satelit Measat, Thaicom, ABS milik sejumlah negara tetangga juga akan segera meluncur. Hal ini akan mempengaruhi peta persaingan dan memicu perang harga. Satelit Indonesia merupakan satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama administrasi telekomunikasi Indonesia. Dalam eksistensinya, satelit-satelit Indonesia tersebut diselenggarakan oleh para penyelenggara satelit Indonesia yang meliputi PT Telkom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Media Citra Indostar, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Sementara itu, daftar satelit Indonesia terdiri dari Palapa Telkom-1 (108oBT), Telkom-2 (118oBT), Palapa C-1 (113oBT), Palapa Pacific 146oBT, Cakrawarta-1 (107,7oBT), Garuda-1 (123oBT), dan satelit Lapan Tubsat.
Satelit Telkom-3 menelan investasi US$ 200 juta dengan kapasitas 42 transponder (setara 49 transponder @36MHz), terdiri dari 24 transponder @36MHz Standart C-band, 8 transponder @54 MHz Ext. C-band dan 4 transponder @36 MHz + 6 transponder @54 MHz Ku-Band. Cakupan geografis dari Satelit Telkom-3 sendiri mencakup Standart C-band (Indonesia dan ASEAN), Ext. C-band (Indonesia dan Malaysia) serta Ku-Band (Indonesia). Dari 42 transponder, sebanyak 40%-45% atau sekitar 20 transponder Satelit Telkom-3 akan dikomersialkan. Sedangkan sisanya untuk menambah kapasitas seluruh layanan Telkom Group.
Hingga semester pertama 2011, Telkom Group masih mendominasi bisnis satelit di Tanah Air dengan pangsa pasar mencapai 37,3%. Berdasarkan studi yang dilakukan Telkom, terjadi peningkatan permintaan atas satelit komunikasi baik di Indonesia maupun negara-negara tetangga lainnya. Negara-negara yang mampu meluncurkan satelit sendiri, termasuk pembuatan kendaraan peluncur.
Catatan: banyak negara yang dapat mendisain dan membuat satelit -yang mana bisa dibiliang tidak memerlukan kapasitas ekonomi, ilmu dan industri yang tinggi -- tetapi tidak mampu untuk meluncurkannya, dan mereka menggunakan peluncur asing. Daftar dibawah tidak menempatkan berbagai negara tersebut, dan hanya mencantumkan negara yang mampu meluncurkan satelitenya sendiri, ditambah tanggal dimana negara tersebut menunjukan kemampuannya. Seterusnya juga tidak mencantumkan konsorsium satelit atau satelite multinasional.

0 comments: